Sabtu, 17 Januari 2009

ADAB BERTAMU

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (27) فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (28) لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ (29)
Terjemah
(27) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (28) Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja) lah", maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (29) Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan. (Milik Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Tafsirnya, 1990)

Kemudian penulis mencoba akan memaparkan tentang ayat tersebut di atas melalui beberapa metode penafsiran, yaitu:

A. Metode Tahlili
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (27)
(27) Wahai segala mereka yang telah beriman! Janganlah kamu masuk ke dalam rumah-rumah yang bukan rumahmu hingga kamu memperoleh izin dan kamu memberi salam kepada penghuninya, itu lebih baik bagimu, mudah-mudahan kamu teringat
فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (28)
(28) Maka jika kamu tidak mendapati seseorang pun dalam rumah itu, maka janganlah kamu memasukinya sehingga diizinkan bagi kamu (untuk memasukinya). Dan jika dikatakan oleh yang punya rumah kepada kamu: "Kembalilah kamu", maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagi kamu, dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ (29)
(29) Tak ada keberatan atas kamu, kamu memasuki rumah-rumah yang tidak didiami, yang didalamnya ada sesuatu hajatmu; dan Allah itu mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan. (Kaitkan dengan awal-awal S.31: Luqman dan S.49: Al-Hujurat; awal-awal S.50: Qof; S.77: Al-Mursalat; S.23: Al-Mu'minun; S.33: Al-Ahzab; S.4: An-Nisa, 25.)

TAFSIR
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا
= Wahai segala mereka yang telah beriman! Janganlah kamu masuk ke dalam rumah-rumah yang bukan rumahmu hingga kamu memperoleh izin dan kamu memberi salam kepada penghuninya.

Wahai segala mereka yang beriman, ketahuilah bahwa Allah menyerumu kepada keutamaan dan peradaban. Dia menunjuk kamu untuk tidak memasuki rumah-rumah yang bukan rumahmu, tidak mempunyai hak berdiam dan tak ada sesuatu manfaat di dalamnya, walaupun rumah itu milikmu, sehingga kamu menanya lebih dulu kepada yang mendiaminya. Apakah kamu boleh masuk ataukah tidak.
Meminta izin itu adalah dengan mengetuk pintu, atau memanggil orang yang ada di dalam rumah, atau dengan mendehem, atau dengan membaca tasbih dan tahmid atau dengan tegas meminta izin.
Larangan masuk sebelum mendapat izin, adalah umum mengenai lelaki dan perempuan, baik yang berada di dalam rumah itu mahram ataupun bukan; karena tiap-tiap manusia mempunyai keadaan-keadaan yang tidak suka dilihat oleh orang lain, walaupun orang itu ayah ataupun anak.
Seorang lelaki bertanya kepada Nabi: "Apakah saya harus meminta izin untuk saya masuk ke kamar ibuku?" Jawab Nabi: "Ya". Orang itu bertanya: "Ibuku tidak mempunyai khadam selain diriku sendiri, apakah aku harus juga meminta izin setiap aku masuk ke dalam kamarnya?" Nabi menjawab "Apakah kamu ingin melihatnya dalam keadaan telanjang?" Sahut orang itu: "Tidak". Sabda Nabi: "Kalau demikian mintalah izin lebih dahulu".
Bahwa seorang suami pun disukai supaya meminta izin kepada isterinya kalau masuk ke kamarnya karena boleh jadi si isteri pada saat itu dalam keadaan dia tidak ingin dilihat oleh orang lain.
Diterangkan oleh Zainab isteri Ibn mas'ud, bahwa 'Abdullah apabila kembali dari suatu keperluan, apabila sampai di pintu rumah, beliau pun berdehem-dehem, karena beliau tidak suka mendapati kami dalam keadaan yang beliau tidak senangi.
Menurut lahir ayat, lebih dahulu kita minta izin, kemudian baru kita beri salam. Sebagian ulama berpendapat, bahwa salamlah yang lebih dahulu kita lakukan kemudian baru minta izin. Inilah yang lebih tepat, karena "dan", tidak memberi faedah. Sebagian yang lain berpendapat, bahwa apabila telah nampak kepada seseorang di dalam rumah, maka hendaklah kita memberi salam, kemudian baru kita minta izin. (Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Tafsir Al-Qur'an Majid An-Nur, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-II, 1995, hlm. 2718.)
ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
= itu lebih baik bagimu, mudah-mudahan kamu teringat
Meminta izin, memberi salam dan menunggu sampai mendapat izin adalah lebih baik dari pada terus masuk, karena yang demikian itu lebih menjamin kehormatan rumah tangga orang.
فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ
= Maka jika kamu tidak mendapati seseorang pun dalam rumah itu, maka janganlah kamu memasukinya sehingga diizinkan bagi kamu (untuk memasukinya).
Jika kamu tidak mendapat dalam rumah itu seseorang yang berhak memberi izin untuk masuk, umpamanya yang ada di dalam rumah itu hanya seorang anak kecil, maka janganlah kamu memasukinya sehingga kau memperoleh izin dari si pemilik rumah itu. Dalam hal ini dikecualikan keadaan-keadaan darurat, seperti terjadi kebakaran atau sesuatu kejadian yang memerlukan pertolongan segera. Dalam hal-hal yang begini tentulah tidak usah ditunggu izin lebih dahulu. (Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Tafsir Al-Qur'an Majid An-Nur, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-II, 1995, hlm. 2719.)
وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ
= Dan jika dikatakan oleh yang punya rumah kepada kamu: "Kembalilah kamu", maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagi kamu.
Jika ahlul bait menolak permintaanmu, maka hendaklah kamu kembali lebih bersih bagi kamu baik mengenai duniamu ataupun mengenai agamamu, karena pemilik rumah mungkin merasa kurang senang kamu berdiri lama-lama di muka pintunya.
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
= dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dan Allah mengetahui segala maksudmu dan segala niatmu dalam memasuki rumah-rumah itu dan Allah akan memberi pembalasan terhadap yang demikian itu.
Demikianlah hukum memasuki rumah-rumah yang didiami orang.
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ
= Tak ada keberatan atas kamu, kamu memasuki rumah-rumah yang tidak didiami, yang didalamnya ada sesuatu hajatmu.
Jika rumah-rumah yang kamu ingin masuki itu bukan rumah-rumah yang disediakan untuk didiami, umpamanya kedai-kedai kopi, toko-toko, hotel-hotel, tempat-tempat pemandian umum yang di dalamnya ada kebutuhanmu, maka kamu dapat memasukinya tanpa mendapat izin lebih dahulu. Ada riwayat, bahwa Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, Allah telah menurunkan kepada engkau ayat yang menyuruh kami untuk meminta izin apabila kami memasuki sesuatu rumah dan kami perlu bolak-balik memasuki kedai-kedai ini, apakah juga kami memasukinya dengan lebih dahulu mendapat izin?" Berkenaan dengan pertanyaan itu turunlah ayat ini. Apabila kita dalam memasuki rumah kita sendiri yang di dalamnya ahli bait kita juga harus meminta izin, apakah cukup dengan memberi salam saja. Maka menurut lahir ayat ini cukup dengan memberi salam saja.
وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ
= dan Allah itu mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan.
Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dengan lidah-lidahmu, meminta izin untuk masuk dan apa yang kamu sembunyikan dalam hati-hatimu, memata-matai keadaan orang di dalam rumahnya.
Oleh karena kadang-kadang kebolehan masuk ke dalam tempat-tempat umum karena ada sesuatu maksud dan kebolehan masuk ke dalam rumah-rumah khusus lantaran sesuatu kejadian, sering disalahgunakan, maka Allah pun menutup ayat ini dengan: "Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan. (Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Tafsir Al-Qur'an Majid An-Nur, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-II, 1995, hlm. 2720.)

B. Metode Ijmali
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (27)
(27) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا (Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin) maksudnya sebelum kalian meminta izin kepada empunyanya - وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا (dan memberi salam kepada penghuninya). Seseorang jika mau memasuki rumah orang lain hendaknya ia mengucapkan: Assalaamu 'Alaikum, bolehkan aku masuk?" demikianlah menurut tuntunan hadits - ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ (Yang demikian itu lebih baik bagi kalian) dari pada masuk tanpa izin - لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (agar kalian selalu ingat) lafadz تَذَكَّرُونَ dengan mengidgham huruf ta kedua kepada huruf dzal; maksudnya supaya kalian mengerti akan kebaikan meminya izin itu, kemudian kalian mengerjakannya.
فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (28)
(28) فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا (Jika kalian tidak menemukan seorang pun di dalamnya) maksudnya orang yang mengizinkan kalian masuk - فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ (maka janganlah kalian masuk sebelum kalian mendapat izin. Dan jika dikatakan kepada kalian) sesudah kalian meminta izin - ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ ("Kembali" maka hendaklah kalian kembali. Itu) yaitu kembali itu - أَزْكَى (lebih bersih) dan lebih baik - لَكُمْ (bagi kalian) dari pada berdiam menunggu di pintu - وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ (dan Allah terhadap apa yang kalian kerjakan) yakni mengenai memasuki rumah orang lain dengan memakai izin atau tidak - عَلِيمٌ (Maha Mengetahui) Dia kelak akan membalasnya kepada kalian.
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ (29)
(29) لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ (Tidak ada dosa atas kalian memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluan) maksudnya ada manfaat - لَكُمْ (bagi kalian) misalnya dijadikannya sebagai tempat tinggal sementara atau untuk keperluan yang lain, seperti rumah-rumah asrama dan lain sebagainya - وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ (dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan) yakni apa yang kalian lahirkan - وَمَا تَكْتُمُونَ (dan apa yang kalian sembunyikan) artinya yang kalian rahasiakan sewaktu kalian masuk ke dalam rumah yang bukan rumah kalian, termasuk maksud baik atau maksud-maksud lainnya. Pada pembahasan yang akan datang akan diceritakan, bahwa mereka para sahabat, jika mereka memasuki rumah mereka sendiri, mereka mengucapkan salam kepada diri mereka sendiri.

C. Hukum
Pengistimbatan hukum beruluk salam adalah wajib sebagaimana hadits tersebut di bawah ini:
1. فإذا دخلتم بيوتا فسلموا على أنفسكم تحية عند الله مباركة طيبة
2. يا نبى إذا دخلت على أهلك فسلمتكن بركة عليكم أهل بيتك
Dari ayat 27 yang ditunjukkan pada lafadz: وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا

D. Asbabun Nuzul
Dalam kitab terjemah Tafsir Jalalain diterangkan: (Imam Jalaluddin Al-Mahally, Imam Jalaluddin As-Suyuti, TerjemahTafsir Jalaluddin Berikut Asbabun Nuzul, Bandung: Sinar Baru, 1990, hlm. 1488)
Firman Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah …" (QS. An-Nur: 27)
Al Faraby dan Ibnu Jarir keduanya telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Addiy Ibnu Tsabit yang telah menceritakan, bahwa ada seorang wanita dari kalangan sahabat Anshar datang menghadap, lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tinggal di dalam rumahku, tetapi aku tidak suka jika ada seseorang melihatku. Sesungguhnya sampai sekarang masih tetap ada seorang lelaki dari kalangan keluargaku yang masuk ke dalam rumahku, sedangkan aku dalam keadaan demikian itu, maka apakah yang harus aku lakukan?" Lalu turunlah firman-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin … (QS. An-Nur: 27)
Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Muqatil Ibnu Hayyan yang telah menceritakan, bahwa ketika ayat meminta izin untuk masuk ke rumah orang lain diturunkan, Abu Bakar berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana nanti dengan para pedagang Quraish, yaitu orang-orang yang sering bolak-balik antara Makkah, Madinah dan negeri Syam, sedangkan mereka mempunyai rumah-rumah yang telah dikenal oleh mereka di tengah-tengah jalan, maka bagaimanakah mereka meminta izin dan mengucapkan salam, sedangkan di dalam rumah-rumah mereka yang di tengah jalan itu tidak ada penghubinya?" Maka turunlah pula firman-Nya:
"Tidak ada dosa atas kalian memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami" (QS. An-Nur: 29)
Sedangkan dalam Tafsir Al-Qur'an Majid An-Nur dijelaskan sebab turun ayat: (Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Tafsir Al-Qur'an Majid An-Nur, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-II, 1995, hlm. 2720)
Diriwayatkan oleh Adi Ibnu Tsabit dari seseorang lelaki Anshar, bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah: "Aku di rumahku dalam keadaan yang aku tidak suka dilihat orang walaupun oleh ayah dan anakku sendiri, lalu datang kepadaku seseorang dan terus langsung masuk kepadaku, maka apa yang harus aku lakukan?"
Berkenaan dengan pertanyaan ini turunlah ayat 27 ini.
E. Analisis
Penerapan pada surat An-Nur ayat 27-29 yaitu dengan menggunakan metode tahlili dan ijmali, dapat saya ambil point penting yang harus dilaksanakan ketika bertemu yang tentunya seperti apa yang telah diungkapkan dalam ayat ini.

1. Metode Tahlili
Di dalam metode ini telah dipaparkan sedemikian rupa bagaimana tata cara kita bertamu. Yang pertama adalah meminta izin, memberi salam kemudian menunggu sampai mendapat izin masuk, karena itu adalah lebih baik dari pada terus masuk. Yang demikian itu lebih menjamin kehormatan rumah tangga orang.
Seperti pada contoh:
Seseorang lelaki bertanya kepada Nabi: "Apakah saya harus meminta izin untuk saya masuk ke kamar ibuku?" Jawab Nabi: "Ya" Orang itu bertanya: "Ibuku tidak meminta khadam selain diriku sendiri, apakah aku harus juga meminta izin setiap aku masuk ke dalam kamarnya?" Nabi menjawab: "Apakah kamu ingin melihatnya dalam keadaan telanjang?" Sahut orang itu: "Tidak". Sabda Nabi: "Kalau demikian mintalah izin lebih dahulu".
Diterangkan oleh Zaenab istri Ibn Mas'ud, bahwa 'Abdullah apabila kembali dari suatu keperluan, apakah sampai di pintu rumah, beliaupun berdehem-dehem. Karena beliau tidak suka mendapati kami dalam keadaan yang beliau tidak senangi.
Contoh 2 kasus di atas adalah seolah sangat jelas akan alasan mengapa lebih dahulu kita meminta izin ketika hendak memasuki rumah orang lain (berpengaruh) atau sebuah ruangan pribadi? Telah disebutkan pada contoh di atas, bahwa sesungguhnya semua itu semata-mata karena untuk lebih berhati-hati dari sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

2. Metode Ijmali
Ada redaksi yang mengindikasikan bahwa dia akan bertemu dan dalam ayat وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا tersebut disimbolkan dengan lafadz Assalaamu 'Alaikum yang kemudian baru boleh masuk ketika pemilik rumah mengizinkan.
Dari kedua penjelasan (tahlili dan ijmali) tersebut adalah harus adanya simbol yang mengindikasikan bahwa seseorang itu akan bertamu. Tentunya terdapat perbedaan antara pemaparan dengan menggunakan metode tahlili dan metode ijmali.
Tafsir dalam menggunakan metode ijmali menegaskan bahwa ketika bertamu haruslah beruluk salam seperti apa yang dijelaskan pada lafadz وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا yaitu seseorang jika akan memasuki rumah orang lain hendaknya ia mengucapkan "Assalaamu 'Alaikum" baru kemudian berkata "bolehkan saya masuk?" seperti yang dijelaskan pula dalam hadits:
1. قال الله تعالى: فإذا دخلتم بيوتا فسلموا على أنفسكم تحية عند الله مباركة طيبة
(Syaich al-Islam Muhyidin ibn Zakariyyah Yahya Syarif an-Nawawi, Riyadhus Sholihin, hlm. 391)
2. وعن انس رضى الله هنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا نبى إذا دخلت على أهلك فسلمتكن بركة عليكم أهل بيتك, رواه الترمذى, وقال حديث حسن صحيح
(Syaich al-Islam Muhyidin ibn Zakariyyah Yahya Syarif an-Nawawi, Riyadhus Sholihin, hlm. 391)
Redaksi pada dua hadits ini adalah berupa bentuk أمر yang ditujukkan dengan lafadz سلّم kemudian ada kaidah ushul yang berbunyi ألامريدل على الوجب lalu dikaitkan dengan hadits ini bahwa salam adalah hukumnya wajib. Akan tetapi lain pada penerapan dengan menggunakan metode tahlili, bahwa bentuk pelaksanaan dalam mengucapkan salam ( السلام عليكم ) itu berbeda sesuai dengan kebudayaan dan peradaban manusia, seperti pada contoh fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia bahkan negara-negara lain yang sudah mempergunakan bel atau sejenisnya agar para tamu yang datang tidak kesulitan dalam memanggil sang pemilik rumah yang tentunya si tamu tersebut tidak mengucapkan salam secara lisan, karena adanya bel itu tadi.
Dengan demikian kaidah ushul yang berbunyi ألامريدل على الوجب itu masih dilanjutkan dengan kalimat berikutnya yaitu مادل دليل على غيره. Oleh karena itu, wajib yang apabila meninggalkan dapat dosa dan apabila mengerjakan dapat pahala, itu akan berubah menjadi sebuah adat kebiasaan dalam dinamika manusia. Seperti yang dikatakan dalam kaidah ushul pula: العد المحكمة.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahally, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, TerjemahTafsir Jalaluddin Berikut Asbabun Nuzul, Bandung: Sinar Baru, 1990.
An-Nawawi, Syaich al-Islam Muhyidin ibn Zakariyyah Yahya Syarif Riyadhus Sholihin.
Ash-Shiddiqi, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir Al-Qur'an Majid An-Nur, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke-II, 1995.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Tafsirnya, 1990
Imam Jalaluddin al-Mahally, Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul, Bandung: Sinar Baru, 1990.
Riyadhush Sholihin, bab Istijabus Salam Idza Dukhulu Baituhu
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Tafsir Al-Qur'an Majid An-Nur, Jakarta: PT. Pustaka Rizki Putra Semarang, 1995

1 komentar:

Terima kasih atas komentar anda.
Semoga menjadikan lebih baik lagi dikemudian hari.